Kamis, 25 April 2024

Akses Proyek Sulit Adhi Karya Bangun Pabrik Precast Mini di Benoa

ads-custom-5

Denpasar, BUMNInfo | Meski seluruh kontraktor yang mengerjakan proyek Tol Bali Mandara berada di atas laut dangkal, namun ada beberapa cara kerja yang membedakan masing-masing paket. Seperti yang terjadi di paket 1 Sta 0+000 – Sta 2+970 (main road) atau Nusa Dua, dengan kontraktor PT Adhi Karya.

Pimpro Paket 1, Dwi Hari Purwanto mengatakan, masalah semua kontraktor yang menggarap proyek senilai Rp 2,4 triliun ini hampir sama. Yakni masalah pemancangan, distribusi tiang pancang termasuk pencetakan full slab (lantai jalan).

“Kendala awal kami adalah distribusi tiang pancang. Karena dari Subang (Jawa Barat) untuk dibawa ke Bali harus menuju (Pelabuhan) Priok lalu ke Bali. Ini membuat proses pengiriman tiang pancang menjadi ruwet,” ujar Dwi di Paket 1, Jumat (1/2/2013).

Menurutnya, masalah itu tentu menjadi kendala waktu. Padahal pihaknya terus digenjot supaya proyek paket 1 dengan panjang dari Sta 0+000 sampai dengan 2+970 (main road) itu bisa segera selesai. “Apalagi ketika kami ingin bahan cepat datang, banyak sekali ada masalah. Terutama tiang yang dibawa lewat darat pakai (truk) tronton,” ujarnya.

Banyak tiang milik Adhi Karya nyemplung di got, jurang maupun turunan ketika melewati jalur Denpasar-Gilimanuk untuk dibawa menuju Nusa Dua.

“Dari Gilimanuk, kami sering dapat berita, tiangnya jatuh di sini, besoknya begitu juga, jatuh di sana-sini,” keluhnya.

Akhirnya, untuk menekan kerugian biaya transportasi dan waktu, terlebih untuk sekali kirim saja, butuh waktu 50 hari, maka pihaknya pun mengambil jalan dengan melakukan pencetakan beton (pabrik pre cast) baik tiang pancang maupun full slab di dekat wilayah JDP (jalan di atas perairan) saja. “Makanya di (Pelabuhan) Benoa itu kami buat pengecorannya. Dekat dari sini (lokasi proyek),” ungkapnya.

Setelah pabrik mini dengan meminjam lokasi di Pelabuhan Benoa itu jadi, maka perlengkapan pun selanjutnya diangkut lewat laut melalui pelabuhan Benoa menuju paket 1 di Nusa Dua. “Kami membawa dengan ponton raksasa. Selanjutnya dari ponton raksasa itu lalu bahan didistribusikan menggunakan ponton kecil menuju denah lokasi tiang pancang.

Menurutnya, setelah massa distribusi barang rampung, masa sulit pertama selesai. “Setelah distribusi selesai, barulah kami melakukan pemancangan,” ungkap Dwi.

Dia menambahkan untuk memancang 3.064 titik dengan jumlah tiang pancang total 6.128 batang tersebut diperlukan waktu dari April hingga Desember 2012.

Proses pemancangan ini adalah kesulitan kedua yang dialami kontraktor. Sulitnya pemancangan karena lokasi kerja berada pada perairan yang dangkal. Itu membuat ponton yang dipakai untuk pijakan kerja crane atau pengangkut material, tidak bisa bergerak dengan leluasa.

Maklum, saat air laut surut, alat ini tidak bisa bergerak. Jadi, harus menggunakan “rumus togel” pasang surut.  Selain, dibantu dengan pengurukan pada beberapa bagian untuk mempermudahkan proses distribusi ke lokasi.

“Untuk pemancangan kami juga sama dengan paket lain, yaitu kendala pasang surut,” ungkapnya. Karena pasang surutnya sangat rutin terjadi, maka pihaknya pun menambah alat berat berupa ponton dengan hammer sebanyak 5 unit.  Dari jumlah itu, 4 unit berada di tengah laut. Satu unit dan train berada di daratan yang diuruk batu kapur.

“Setelah pemancangan ini, barulah kami bisa melewati masa sulit (kedua),” terang pria asal Surabaya, Jawa Timur itu.

Sumber : baliexpress.jawapos.com

Foto : Tempo/Tony Hartawan

BERITA TERKAIT

ads-sidebar
ads-custom-4

BACA JUGA

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU