Tahun depan, Pertamina menyiapkan anggaran sekitar USD 3,7 miliar. Angka ini naik 60 persen dari total belanja modal. “Alokasi investasi hulu yang besar ini dilakukan karena pengembangan di Blok Mahakam untuk gas. Karena di blok tersebut decline rate-nya 25 persen. Kami harus ngebor 122 sumur.” katanya.
Di sisi penjualan BBM korporat, Pertamina menargetkan naik menjadi 23,43 juta KL pada 2020 atau tumbuh 5,3 persen dibandingkan dengan target tahun ini sebesar 22,38 juta KL.
Sedangkan pada penjualan BBM Solar subsidi, perusahaan juga memperkirakan adanya peningkatan sebesar 17,02 juta KL. Perkiraan ini naik dibandingkan APBN 2020 15,31 juta KL karena konsumsi tahun ini bengkak.
Sekretaris Perusahaan Pertamina Tajudin Noor menjelaskan, dengan menurunnya target asumsi ICP tahun depan menjadi USD 63 per barel membuat biaya impor perusahaan juga berkurang.
“Jadi kan kalau laba penjualan dan biaya, selama penurunan pendapatan lebih kecil dibandingkan penurunan biaya tidak masalah,” kata Tajudin.
Berdasarkan catatan, Pertamina melakukan impor minyak mentah rata-rata mencapai 6,5 juta-7 juta barel setiap bulan. Impor tersebut berasal dari Timur Tengah 3 juta barel dan sisanya sekitar 4 juta barel dipasok dari berbagai sumber seperti Nigeria, Amerika Serikat, dan Australia.
Sementara untuk impor produk minyak mentah, Pertamina membelinya beberapa produk dengan total volume rata-rata per bulan mencapai 11 juta barel. Beberapa produk tersebut adalah produk gasoline seperti Premium dan Pertamax Series.