Senin, 29 April 2024

Krakatau Steel Pecahkan Rekor Produksi HRC

ads-custom-5

Jakarta, BUMNInfo | Proses transformasi dan restrukturisasi di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk  telah membuahkan hasil. Di tengah situasi yang menantang, BUMN yang bergerak di bidang produksi baja itu  telah memecahkan rekor baru produksi baja lembaran panas (hot rolled coil), yang terbesar sepanjang sejarah Krakatau Steel berdiri.

Produksinya berhasil mencapai 203.315,55 ton pada Oktober 2019. Rekor produksi ini merupakan pemecahan dari total produksi sebelumnya, sebesar 200.411 ton pada Desember 2007.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim, menyambut baik capaian ini.

“Pencapaian ini membuktikan bahwa proses restrukturisasi dan transformasi di internal Krakatau Steel, telah menunjukkan hal yang positif. Hampir keseluruhan dari produksi adalah merupakan baja yang sudah dipesan. Sehingga, Krakatau Steel mampu menjaga stock inventory pada tingkat yang efisien,” ungkap Silmy.

Hasil ini juga menunjukkan komitmen manajemen dan karyawan, dalam rangka mendukung proses transformasi agar Krakatau Steel sehat kembali.

Dengan semangat perbaikan yang terus menerus, torehan prestasi lainnya akan tercapai di masa mendatang.Capaian produksi ini juga diikuti dengan pengiriman produk jadi pada Oktober 2019 yang melebihi target, mencapai 164.284 MT kepada konsumen.Ini adalah angka tertinggi shipment sepanjang 2019. Kolektivitas pembayaran di bulan yang sama, juga berhasil melampaui target.

“Kami terus berbenah dan melakukan perbaikan. Krakatau Steel secara perlahan mulai membangun kembali kekompakan tim antar lintas fungsi, dan lebih fokus kepada pelayanan konsumen. Kami meyakini dan akan menjalani hal ini dengan konsisten,” imbuh Silmy.

Dalam hal pengembangan kapasitas, saat ini tengah dilakukan pembangunan Hot Strip Mill#2 yang pada kuartal IV-2019 nanti, akan selesai mechanical completion-nya.

Di awal 2020, pabrik SM#2 akan mulai produksi. Dengan adanya kedua pabrik HSM#1 dan HSM#2 ini, kapasitas produksi HRC meningkat menjadi 3,9 juta ton per tahun, dan selanjutnya dapat dikembangkan menjadi 6,4 juta ton per tahun.

“Dengan beroperasinya HSM#2, maka kapasitas terpasang pabrik penghasil HRC di Indonesia sudah lebih besar daripada permintaan pasar. Sehingga, seluruh kebutuhan HRC dapat 100 persen dipasok dari dalam negeri. Tidak perlu impor”, tutur Silmy.

Silmy menjelaskan, kondisi produksi yang mumpuni seperti ini, mengisyaratkan bahwa produsen baja nasional tidak mempunyai masalah dalam hal produksi. Masalah industri baja nasional, sejatinya ada pada tata niaga dan impor baja nasional.

“Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana menghentikan impor baja, dan mewujudkan swasembada baja. Industri baja nasional, belakangan ini menghadapi impor baja dengan cara circumvention (pengalihan HS code), sehingga tidak membayar bea masuk. Ini mematikan industri baja nasional,” terang Silmy.

“Kami berharap, pemerintah dapat melindungi investasi yang sudah masuk ke Indonesia. Melalui kebijakan tata niaga dan pengetatan izin impor, untuk meningkatkan utilisasi pabrik baja terintegrasi dari hulu hingga ke hilir,” tutup Silmy.

Sumber : rmco.id

Foto : Asep Fathulrahman/ Antara Foto

BERITA TERKAIT

ads-sidebar
ads-custom-4

BACA JUGA

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU