Sabtu, 27 April 2024

PLN Sukses Hindari Bayar Denda Rp 47 Triliun ke Swasta

ads-custom-5

BUMN Info, Jakarta – PT PLN (Persero) terus melakukan berbagai efisiensi di tengah pasokan listrik yang masih surplus. Salah satunya, dengan melakukan renegosiasi kontrak dan penundaan jadwal operasi sejumlah pembangkit listrik dengan perusahaan listrik swasta alias Independent Power Producer (IPP).

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN telah berhasil melakukan renegosiasi dengan para IPP untuk memundurkan jadwal operasi pembangkitnya. Adapun dari hasil renegosiasi itu, penghematan yang didapat PLN hingga 2022 mencapai Rp 47,05 triliun.

Penghematan ini diperoleh dari mundurnya jadwal operasi pembangkit listrik baru, sehingga membuat PLN terhindar dari kewajiban pembayaran denda sesuai diatur dalam skema kontrak Take or Pay (TOP) dengan produsen listrik.

Skema TOP ini artinya PLN harus mengambil listrik sesuai volume terkontrak atau kalau tidak mengambilnya sesuai kontrak, maka PLN akan dikenakan denda.

Menurut Darmawan, pihaknya menghadapi kondisi kelebihan pasokan listrik (oversupply) di Pulau Jawa selama 12 bulan karena adanya penambahan kapasitas pembangkit listrik baru sekitar 7 Giga Watt (GW). Sementara itu, penambahan permintaan listrik hanya tumbuh sekitar 1,2-1,3 GW.

“Sampai akhir 2021 kami berhasil menekan take or pay (TOP) sebesar Rp 37,21 triliun, di tahun 2022 upaya ini terus dilakukan, sehingga tambahan TOP yang bisa ditekan adalah Rp 9,83 triliun dan untuk itu total TOP yang berhasil ditekan Rp 47,05 triliun,” jelas Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Rabu (15/2/2023).

Meski masih terjadi kelebihan pasokan listrik, namun menurutnya penjualan listrik perseroan juga berhasil ditingkatkan selama 2022. Dia menyebut, penjualan listrik di sepanjang tahun lalu yang berhasil tumbuh sebesar 6,3% atau sebesar 274 Tera Watt hour (TWh).

Angka tersebut lebih tinggi 16,1 TWh dibanding penjualan listrik pada 2021 yang tercatat sebesar 257 TWh atau setara Rp 22,2 triliun. Bahkan, angka ini juga lebih tinggi 10,7 TWh atau setara Rp 15,4 triliun dibanding target RKAP tahun 2022 yang targetnya mencapai 263 TWh.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai kondisi kelebihan pasokan listrik yang saat ini terjadi berpotensi membuat perusahaan setrum negara yakni PLN tekor triliunan rupiah.

Hal tersebut menyusul dengan adanya kebijakan Take or Pay yang membuat tagihan pembelian listrik PLN dari produsen swasta (IPP) membengkak.

Pasalnya, dalam kontrak jual beli ini, salah satu yang diatur adalah mengenai denda. PLN diwajibkan mengambil seluruh pasokan listrik terkontrak atau membayar denda bila tidak mengambil sesuai dengan volume terkontrak.

“Dengan adanya ini, jika PLN tidak bisa menyerap dan menurut keterangan PLN untuk setiap 1 Giga Watt (GW) beban finansial yang harus dibayar PLN mencapai Rp 3 triliun. Ini yang saya kira menjadi isu,” kata dia dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (6/2/2023).

Source : CNBC Indonesia

Dokumentasi : Detik Finance

BERITA TERKAIT

ads-sidebar
ads-custom-4

BACA JUGA

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU