Pada 26 Maret 2021, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengumumkan pembentukan Indonesia Battery Corporation (IBC) atau holding industri baterai listrik. Holding BUMN tersebut terdiri dari Mining and Industry Indonesia (MIND ID) atau PT Inalum (Persero), PT PLN (Persero), PT Aneka Tambang (Persero) Tbk dan PT Pertamina (Persero).
Dimana masing-masing perusahaan memiliki saham sebesar 25 persen. Nilai kepemilikan saham dibagi rata bertujuan untuk menjaga netralitas dan akuntabilitas, mendorong sinergi dan penyelarasan sepanjang ekosistem Electric Vehicle (EV) baterai.
Pendirian perusahaan patungan antara empat BUMN ini bakal menelan biaya investasi hingga Rp 238 triliun atau US$ 17 miliar.
Target pembentukan holding industri baterai listrik ini adalah di masa mendatang mampu memproduksi baterai secara tahunan mencapai 140 giga watt per jam (GWh) per tahun 2030. Dimana 140GWh baterai mobil listrik sama dengan 140 juta kilowatt (KWh) baterai.
Menurut Wakil Menteri BUMN I, Pahala Mansyuri, 50 GWh dari 140 GWh hasil produksi akan diekspor dan sisanya untuk memenuhi kebutuhan baterai mobil di dalam negeri.
Untuk memenuhi target produksi 140 GWh baterai per tahun, nikel yang dijadikan sebagai bahan baku utama baterai listrik diperlukan sekitar 106,26 ribu ton.
Pada tahun lalu, produksi PT Vale Indonesia Tbk (INCO) sebagai produsen nikel nasional berada di kisaran 72.327 metrik ton per tahun. Sementara itu PT Aneka Tambang (Persero) Tbk sebagai anggota holding mampu memproduksi 25.713 metrik ton nikel per tahun.
Sehingga target yang dipasang oleh Kementerian BUMN ini mampu ditopang oleh produsen nikel dalam negeri seperti INCO dan ANTM.
Selain itu Menteri BUMN mendorong IBC untuk bekerjasama dengan produsen baterai yakni China’s Contemporary Amperexc Technology (CATL) dan LG Chem Ltd.
Kerjasama tersebut diharapkan akan adanya alih teknologi dan juga menjaga stabilitas pasokan baterai listrik di dunia untuk kebutuhan energi dan tenaga listrik di rumah.
Sentimen Positif Bagi Saham Pertambangan
Sebagai salah satu perusahaan pertambangan nasional, ANTM memiliki lini bisnis di bidang feronikel dan bijih nikel. Pada semester pertama tahun lalu, pendapatan ANTM dari bisnis feronikel dan bijih nikel mencapai Rp2,11 triliun atau menyumbang 23% dari pendapatan perusahaan.
Ke depannya tren penggunaan baterai nikel untuk mobil listrik akan berkembang dengan pesat. Sehingga mampu menguntungkan ANTM yang memiliki bisnis di sektor tambang nikel.
Selain ANTM yang memproduksi nikel dalam negeri, ada juga PT Timah Tbk (TINS) dan memiliki 20% saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) juga mendapatkan angin segar dengan adanya IBC.
Berdasarkan pemetaan Badan Geologi pada Juli 2020, Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel sebesar 11.887 juta ton dan cadangan bijih sebesar 4.346 juta ton. Sedangkan untuk total sumber daya logam mencapai 174 juta ton dan 68 juta ton cadangan logam.
Bank investasi asal Wall Street itu memperkirakan target harga nikel akan menyentuh US$ 21.000/ton dalam periode 12 bulan ini. Goldman Sachs merevisi naik harga nikel dari sebelumnya US$ 16.000/ton.
Dalam update terbarunya Goldman Sachs memandang tren penjualan mobil listrik masih akan terus meningkat. Prospek harga nikel dan mobil listrik yang cerah akan menjadi katalis positif bagi kinerja keuangan ANTM. Kinerja keuangan ANTM yang biasanya sering tidak stabil secara kuartalan akibat harga komoditas yang tidak stabil diharapkan akan mampu konsisten menghijau di tahun-tahun mendatang.
Analisa Pergerakan Harga Saham ANTM

Berdasarkan analisa dari Valbury Sekuritas, performa ANTM dapat tumbuh pada 2021, yang ditopang oleh segmen emas. Diperkirakan di tahun 2021 harga emas akan menurun karena adanya vaksinasi global, prospek pertumbuhan ekonomi yang berlanjut dan dollar AS yang kuat. Potensi volume penjualan dapat mencapai target 2021 ditengah awareness masyarakat untuk membeli instrument hedging. Diperkirakan produksi emas pada 2021 menurun menjadi 1,37 juta ton emas dengan penjualan mencapai 18 ton emas. Sementara itu, potensi pertumbuhan dalam jangka panjang dapat didorong oleh nikel, yang masihkuat dan kami memperkirakan dapat berada di angka rata-rata USD17.500 pada tahun 2021. Sementara itu, rencana hilirisasi nikel dengan ANTM yang bergabung dengan MIND ID bersama mitra Pertamina, dan PLN dengan pengembangan rantai industri baterai lithium-ion untuk kendaraan listrik.
Proyeksi harga saham ANTM ini mencapai level Rp2.650 per saham. Diperdagangkan dengan Price Earning Ratio (PE) 2021E pada 29,74x.
Analis Pergerakan Harga Saham TINS

PT Timah Tbk berpeluang akan mencatatkan pertumbuhan pendapatan positif dan laba bersih tahun 2021, hal ini karena ditopang pemulihan ekonomi global terutama dari Cina dan penurunan produksi 2020 sehingga defisit timah global turun menjadi 2.700 metrik ton (MT) dan proyeksi permintaan global tumbuh 6% YoY. Saat ini, kontrak LME 3 bulan berada di posisi USD25.350/MT, diperkirakan average selling price (ASP) tahun 2021 berada pada USD22.000/MT. Cina menargetkan pertumbuhan PDB sebesar 6% YoY pada 2021, namun kami memperkirakan PDB dapat lebih tinggi. Di sisi lain, AS diperkirakan akan mencatatkan pertumbuhan ekonomi tercepat tahun ini dengan proyeksi 6,5% YoY.
Secara jangka panjang, kami menilai positif proyek smelter ausmelt furnace yang berlokasi di Muntok, Bangka Barat dengan kapasitas 40.000 metrik ton per tahun. Valbury Sekuritas menilai secara jangka panjang, dengan tren teknologi 5G, penggunaan produk wireless baterai Lithium akan mendorong permintaan timah, termasuk penggunaan baterai lithium-ion.
Analisa Pergerakan Harga Saham INCO
Valbury Sekuritas memproyeksikan performa INCO akan tetap kuat pada 2021 yang ditopang oleh average selling price (ASP) yang tetap kuat dan bahkan telah masuk ke titik terkuat sejak 2014 yakni USD18.500 per metric ton ditengah peningkatan produksi kendaraan listrik terutama setelah Cina dan Uni Emirat telah meningkatkan subsidi dan juga kebijakan pemerintah yang masih melarang ekspor bijih nikel dan diprediksi akan bertahan hingga 2022. Namun, proyeksi volume produksi dan delivery INCO turun menjadi sekitar 68.000-69.000 metrik ton karena adanya proyek rebuild furnace 4 yang akan berlangsung pada Mei hingga November 2021. Namun, harga komoditas diprediksi menguat terutama dari minyak dan batubara dapat mengurangi margin INCO pada 2021. Adapun, pembangunan smelter di Bahodopi dan Pomalaa sehingga akan meningkatkan ASP dalam jangka panjang.
Valbury memproyeksikan harga saham INCO dengan target harga Rp5.950 per saham, di perdagangan dengan PE 2021E 30,08x.
Sumber : Ekonomi Bisnis, Trading View, Valbury Sekuritas