Jumat, 26 April 2024

Seri Megaproyek 1 – LRT Jabodebek: Dari Penugasan Presiden hingga Cetak Rekor

ads-custom-5

Berpuluh tahun lamanya Ibukota DKI Jakarta berikut kota-kota penyangganya yakni Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi hanya menggantungkan mobilitasnya pada pilihan transportasi umum yang terbatas. Penggunanya kian hari juga kian meningkat akibat tingkat urbanisasi yang juga melonjak. Sekiranya ada 940.000 lebih perjalanan menuju Jakarta. Mau tak mau pengguna transportasi umum tersebut berdesakan atau menggunakan kendaraan pribadi. Penggunaan kendaraan pribadi pun efektif memproduksi emisi berlebih serta menimbulkan kemacetan.

 

Pada 2019 saja, berdasarkan hasil survei lembaga pemantau kemacetan lalu lintas dari Inggris bernama TomTom, Jakarta masih berada dalam 10 besar kota di dunia dengan tingkat kemacetan tertinggi, dengan rata-rata kepadatan jalan sekitar 53%. Sementara polusi udara Jakarta selalu tinggi dan tak jarang bertengger di posisi atas peringkat harian polusi udara tertinggi di dunia menurut AirVisual.

 

Presiden RI Joko Widodo bahkan pernah menyinggung adanya kerugian akibat kemacetan di Jakarta, termasuk kawasan penyangganya mencapai Rp 65 triliun per tahun. Kerugian tersebut terdiri dari konsumsi bahan bakar tambahan serta kerugian waktu yang dihasilkan. Angka tersebut didapatkan dari hasil studi Kementerian PPN/Bappenas. Namun, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meralat bahwa kerugian justru mencapai angka yang lebih tinggi yakni Rp 100 triliun.

 

“Studi Bappenas ditemukan angka kerugian Rp 65 triliun karena kemacetan di Jabodetabek setiap tahunnya, dan bahkan Pak Wapres, Pak Gubernur menyampaikan angka sampai Rp 100 triliun. Ini jumlah yang besar sehingga perlu diselesaikan,” kata Jokowi saat Rapat Terbatas Kebijakan Pengelolaan Transportasi Jabodetabek di Kantor Presiden, Jakarta, pada Maret 2019.

 

Untuk itu, dalam dua periode kepemimpinannya, Jokowi dan Pemerintah menggalakan pembangunan moda transportasi yang bermacam dan layak di Ibukota dan sekitarnya. Selain Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta yang sudah diluncurkan fase I-nya pada Maret 2019 lalu, Pemerintah juga menggenjot pembangunan jalur Light Rail Transit atau Lintas Raya Terpadu (LRT).

 

LRT sendiri merupakan moda transportasi penumpang berbasis rel yang relatif lebih ringan secara beban dan cepat. LRT kebanyakan mengusung konsep dari angkutan berbasis rel zaman dahulu yakni trem yang memiliki jalur tersendiri. Penggeraknya juga memakai listrik sehingga tak akan menimbulkan polusi emisi yang berlebih.

 

LRT banyak digunakan di berbagai negara di Eropa dan telah mengalami modernisasi, antara lain dengan otomatisasi, sehingga dapat dioperasikan tanpa masinis, bisa beroperasi pada lintasan khusus, penggunaan lantai yang rendah (sekitar 30 cm) yang disebut sebagai low floor LRT untuk mempermudah naik turun penumpang.

 

Penugasan Presiden

Zul_Mega Proyek LRT_ADHI_Info Utama6

LRT akan segera menjadi sistem angkutan cepat yang baru dengan menghubungkan tiga kota penyangga dengan Jakarta, yakni Bekasi, Depok, dan Bogor. Sistem tersebut dinamai LRT Jabodebek oleh pemerintah, dan memberikan mandat kepada PT Adhi Karya (Persero) Tbk sebagai pemegang kendali konstruksi. Sementara, setelah seluruh pembangunan rampung nanti, PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) I yang akan bertugas menjadi operatornya.

 

Mula pengembangan megaproyek yang menjadi proyek strategis nasional (PSN) ini diawali oleh penandatanganan dua Peraturan Presiden (Perpres) oleh Joko Widodo terkait pelaksanaan pembangunan LRT pada 2 September 2015 silam. Peraturan yang pertama ialah Perpres Nomor 98 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi. Kemudian Perpres kedua bernomor 99 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Perkeretaapian Umum di Wilayah Provinsi Daerah Ibu kota Jakarta.

 

Kedua Perpres itu berisikan tiga aturan utama yakni penunjukan PT Adhi Karya untuk membangun prasarana (jalur termasuk konstruksi jalur layang, stasiun dan fasilitas operasi). Kedua, membentuk badan penyelenggara transportasi Jabodebek. Ketiga, berkaitan dengan penunjukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI yang dikoordinasikan gubernur agar LRT yang dari luar Jakarta, kemudian masuk ke dalam wilayah Jakarta, dapat dikoordinasikan dengan Pemda DKI Jakarta.

 

Setahun setelahnya, tepatnya 29 Juli 2016, Presiden Jokowi merilis Perpres Nomor 65 Tahun 2016 dikarenakan adanya perubahan terhadap Perpres 98 Tahun 2015. Dalam Perpres terbaru itu, prasarana yang menjadi kewajiban emiten konstruksi pelat merah berkode saham ADHI itu bertambah dengan harus membangun depo. Padahal sebelumnya ADHI hanya ditugaskan membangun jalur, termasuk konstruksi jalur layang, stasiun dan fasilitas operasi.

 

Perpres itu juga mengatur pelaksanaan proyek yang dilaksanakan melalui pola design and built serta menggunakan standard gauge (ukuran rel standar 1.435 mm). Adapun dalam Perpres itu, Presiden menugaskan PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai penyelenggara sarana, meliputi pengadaan sarana, pengoperasian sarana, perawatan sarana, dan pengusahaan sarana, penyelenggaraan sistem tiket otomatis dan menyelenggarakan pengoperasian dan perawatan prasarana.

 

Akan Lingkupi Jabodebek

1-LRT-GATEWAY-1140x662

LRT Jabodebek rencananya akan dibangun dengan total panjang 81,6 km. Kereta ringan itu akan melayani pengguna dengan lintas Cawang – Cibubur, Cawang – Dukuh Atas, Cawang – Bekasi Timur, Dukuh Atas – Palmerah – Grogol, dan Cibubur – Bogor. Menurut ADHI, trase tersebut tertuang dalam Rencana Umum Jaringan Jalur Kereta Api pada kawasan Jabodetabek tahun 2014-2030.

 

“Trase tersebut sudah tercantum di dalam Rencana Umum Jaringan Jalur Kereta Api pada kawasan Jabodetabek tahun 2014-2030 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan RI No. 54 tahun 2013,” kata Sekretaris Perusahaan ADHI pada 2015 silam, Ki Syahgolang Permata.

 

Pembangunan Tahap I akan membangun rute Bekasi Timur – Cawang – Kuningan – Dukuh Atas, dan Cibubur – Cawang. Jalur dan stasiun LRT akan menggunakan jalur tepi jalan tol yang telah mendapatkan ijin prinsip dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor TN.13.03- Mn/408 tanggal 19 Mei 2015. Sedangkan Tahap II merupakan pembangunan untuk jalur Cibubur – Bogor, dan Dukuh Atas – Palmerah – Senayan. Untuk tahap III, LRT akan dilanjut dengan membangun jalur Palmerah – Grogol.

 

LRT dibangun melayang atau elevated dengan ketinggian antara 9-12 meter di atas permukaan tanah dengan menggunakan sistem konstruksi precast yang akan diproduksi oleh anak usaha ADHI. Pihak ADHI menegaskan bahwa dengan membangun jalur secara melayang tidak akan mengganggu ketentuan ruang terbuka hijau, dengan tetap berfungsi sebagai ruang hijau atau bertanaman.

 

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Presiden meralat Perpres pertama pada 2016 karena jenis rel yang semula direncanakan menggunakan sepur narrow gauge 1.067 mm dinilai akan menyulitkan penentuan dalam memilih dan membeli sarana. Hal itu dikarenakan saat ini mayoritas kereta LRT tak menggunakan rel berjenis narrow gauge 1.067 mm. Untuk itu, jenis rel yang digunakan diubah menjadi sepur standar 1.435 mm karena mayoritas kereta LRT di dunia dibangun dengan sistem itu, sehingga diyakini akan memudahkan penentuan jenis gerbong atau rolling stock.

 

Untuk menaruh gauge atau rel sebagai lintasan kereta tersebut, maka ADHI membangun struktur utama berwujud lebih ramping dari struktur biasanya. Struktur ini merupakan teknologi u-shaped girder atau gelagar berbentuk huruf u yang diadopsi dari Prancis. Corporate Secretary ADHI saat ini, yakni Parwanto Noegroho mengatakan, LRT Jabodebek Fase I dibangun dengan menggunakan teknologi u-shaped girder karena desainnya ramping, sesuai dengan ketersediaan ruang di Jakarta.

 

“Selain ramping, desain ini memiliki berbagai keunggulan, antara lain memiliki kelebihan tahan gempa dan mampu meredam kebisingan. Selain itu, struktur ini menyediakan walkway atau ruang untuk berjalan,” urai Noegroho.

 

Tak hanya penggunaan U-Shaped Girder, LRT Jabodebek juga menggunakan teknologi third rail atau listrik aliran bawah (LAB) untuk mendistribusikan pasokan listriknya, sehingga tidak ada kabel melintang di atas jalur yang akan menambah estetika dan ramah dengan arsitektur kota Jakarta.

 

Rolling stock yang akan digunakan untuk LRT Jabodebek juga dibuat oleh anak bangsa melalui BUMN karoseri kereta api PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA. Perseroan tersebut ditunjuk untuk mengerjakan penyediaan rangkaian kereta dengan menggunakan power 750 V DC seperti yang digunakan Commuter Line KAI. Dengan kapasitas angkut 1.500 orang per train set yang memiliki enam gerbong dalam satu set, maka kapasitas angkut sekitar 3 juta orang per hari dengan headway minimal dua menit pada saat jam padat.

 

Berdasarkan Komite Percepatan Pembangunan Infrastriktur Prioritas (KPPIP), total dana yang dibutuhkan untuk megaproyek ini ini mencapai Rp29,9 triliun. Pendanaan didapat dari Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diberikan Kementerian Keuangan. Pendanaan juga diraih dari dana publik penjualan saham right issue.

 

Raih Rekor MURI

BUMNINFO-ADHIKARYA-USHAPE.png

Corporate Secretary Adhi Karya Parwanto Noegroho menuturkan, pembangunan LRT Jabodebek tahap pertama hingga 31 Juli 2020 sudah mencapai 73,87%. Dengan rincian untuk lintasan Cawang-Cibubur sudah mencapai 88,71%. Sementara itu untuk lintas Cawang-Kuningan-Dukuh Atas sudah mencapai 68,84%. Lalu untuk lintas Cawang-Bekasi Timur sudah mencapai 67,11%.

 

Ia juga membeberkan, LRT Jabodebek akan dicatatkan pada Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan rekor sebagai Pembangunan Jalur Kereta dengan Struktur U-Shaped Girder Terpanjang di Indonesia dengan total panjang mencapai 43,057 km. Tak hanya itu, dua rekor lain juga mampu dipecahkan LRT Jabodebek, antara lain Pemakaian U-Shaped Girder Pertama di Indonesia, serta Zero Accident dalam Pengiriman U-Shaped Girder dengan berat total 363.912,31 ton.

 

Sementara sejumlah rangkaian gerbong LRT juga sudah ditempatkan di jalur setelah dikirimkan dari pabrik INKA di Madiun pada Oktober tahun lalu. Nantinya, akan ada 31 rangkaian yang melayani perjalanan secara pulang pergi dari dan ke pusat Kota Jakarta. Rangkaian juga telah menjalani proses uji coba tahap pertama yakni factory test. Setelah melakukan factory test, rangkaian kereta akan diuji melalui tiga fase lanjutan di antaranya system test, system integration test, dan system acceptance test.

 

Sayangnya, akibat pandemi Covid-19, ADHI memproyeksikan pengoperasian LRT Jabodebek yang memiliki nilai proyek senilai Rp29,9 triliun ini akan mundur hingga 2022. Padahal awalnya kick-off pelayanan akan dilaksanakan pada November 2021.

 

Direktur Operasi 2 Adhi Karya Pundjung Setya Brata menjelaskan keterlambatan penyelesaian proyek dipengaruhi pandemi virus Covid-19 yang memunculkan pembatasan seperti protokol physical distancing sejak awal Maret 2020.

 

“Pembebasan lahan untuk depo juga mundur. Kami sempat mengalami penurunan produktivitas,” ungkap Pundjung.

 

Direktur Utama ADHI Entus Asnawi mengatakan, berjalannya proyek LRT Jabodebek ini didukung oleh komitmen tinggi Perseroan untuk pembangunan nasional. Untuk itu adanya inovasi dalam proyek ini merupakan sebuah bentuk dedikasi besar, terlebih dengan segala teknologi baru yang diaplikasikan dalam suatu pembangunan di Indonesia.

 

“Karya ini tidak semata-mata ada begitu saja, namun ada kerja keras dan inovasi yang terus dikembangkan ADHI dengan dedikasi yang tinggi untuk Negeri,” tutur Entus.

 

Pembangunan jaringan kereta listrik ringan ini diharapkan mampu memantik pembangunan infrastruktur serupa di berbagai kota lainnya di Indonesia, misalnya Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar. Sebelumnya pada 2018, Palembang merupakan kota pertama di Indonesia yang secara resmi mengoperasikan LRT.

 

Foto Utama: BUMNINFO/M. Zulkarnen

BERITA TERKAIT

ads-sidebar
ads-custom-4

BACA JUGA

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU