Selasa, 30 April 2024

Manfaatkan Batu Bara, Bukit Asam Bangun Pabrik Hilirisasi Teknologi Gasifikasi

ads-custom-5

Batu bara merupakan salah satu sumber daya alam yang keberadaanya cukup melimpah di Indonesia. Tidak hanya sebagai sumber daya penting untuk membangkitkan tenaga listrik, tetapi batu bara juga sebagai komoditas ekspor strategis yang dapat meningkatkan ekonomi nasional. Indonesia termasuk kedalam salah satu produsen dan eksportir batu bara terbesar di dunia serta pemasok batu bara utama untuk negara-negara di Asia. 

Pemerintah menjelaskan bahwa selama ini Indonesia melakukan ekspor besar-besaran dari sumber daya alamnya dalam bentuk mentah termasuk batu bara. Yang mana hal tersebut tidak memiliki nilai tambah yang signifikan untuk negara. Oleh karenanya, perlu adanya transformasi bisnis dengan diadakannya hilirisasi. Dengan hilirisasi tersebut, bisnis batu bara tidak hanya sekedar menambang dan menjual dalam bentuk mentah saja, tetapi kembali diolah dengan teknologi gasifikasi yang dapat menghasilkan produk akhir dengan nilai tinggi. Hal ini tentunya penting dilakukan demi memenuhi kebutuhan bahan baku di dalam negeri hingga mengisi permintaan pasar ekspor. 

 

Pencanangan Hilirisasi Batu Bara

Bukit Asam Bangun Dua Pabrik Gasifikasi Batu Bara

Sebagai bentuk tindak lanjut pengadaan hilirisasi batu bara, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pertambangan akan membangun dua pabrik hilirisasi industri batu bara dengan  teknologi gasifikasi. Gasifikasi merupakan proses konversi batu bara menjadi produk gas melalui reaksi antara batu bara dengan pereaksi berupa udara, campuran udara/uap air, atau campuran oksigen/uap air. Hasil reaksi berupa syngas yang merupakan bahan baku untuk diproses lebih lanjut menjadi Dimethyl Ether (DME). DME tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar mesin, bahan pokok pembuatan urea pada pupuk, dan polypropylene sebagai bahan baku plastik. 

Gasifikasi merupakan bagian dari hilirisasi yang sebenarnya wajib dilakukan oleh industri tambang batu bara. Ketentuan tentang hilirisasi sudah tertuang pada pasal 102 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batu bara.

PTBA menyampaikan, perusahaan tengah menyelesaikan Feasibility Study untuk membangun dua pabrik gasifikasi batu bara tersebut.

Hasil Hilirisasi Batu Bara

Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin menjelaskan ada dua proyek hilirisasi yang tengah dilakukan PTBA yakni proyek gasifikasi di Tambang Enim dan Tambang Tanjung Peranap. Perusahaan tambang ini masih menghitung nilai investasi dari kedua proyek hilirisasi tersebut, namun totalnya diperkirakan mencapai US$ 5,8 miliar atau setara Rp 81,2 triliun.

Adapun dua pabrik gasifikasi batu bara tersebut diantaranya berada di kawasan Bukit Asam Coal Based Special Economic Zone (BACBSEZ) Tanjung Enim Sumatera Selatan. PTBA telah menandatangani Head of Agreement dengan Pertamina, PT Pupuk Indonesia, dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk pada 8 Desember 2017 dan telah dilanjutkan dengan pencanangan pembangunan pabrik coal to urea-DME-Polypropelene di mulut tambang. Di kawasan ini nantinya akan dibangun 4 kompleks pabrik meliputi pabrik coal to syngas, pabrik syngas to urea, pabrik syngas to DME dan pabrik syngas to polypropylene. 

Pabrik hilirasasi batu bara selanjutnya terletak di Peranap Riau. PTBA akan memproduksi batubara berkalori rendah dan mengolahnya menjadi DME. Untuk proyek tersebut, PTBA bekerjasama dengan Pertamina selaku offtaker DME dan Air-Products sebagai pemilik teknologi gasifikasi batubara. Kerjasama ini ditandai dengan penandatangan nota kesepahaman yang dilakukan di Allentown, Amerika Serikat pada 7 November 2018. Kemudian pada 16 Januari 2019 dilanjutkan dengan penandatanganan kerangka kerjasama pendirian Joint Venture Company. 

Proyek pabrik DME di  Tanjung Enim nantinya akan mengkonsumsi batu bara ‎sebanyak 6,2 juta ton per tahun dan diharapkan mampu menghasilkan 500 ribu ton urea per tahun, 400 ribu ton DME per tahun dan 450 ribu ton polypropylene per tahun. Sedangkan untuk proyek di Peranap sendiri akan memiliki kapasitas produksi 1,4 juta ton DME dengan kebutuhan batu bara sebanyak 9,2 juta ton per tahun. 

“Belanja modal investasi itu masih dalam kajian yang lebih detail. Tapi perkiraan untuk tambang Peranap US$ 2,7 miliar, lalu yang Tanjung Enim US$ 3,1 miliar. Di Tanjung Enim lebih mahal karena produknya lebih variatif,” terang Arviyan.

Hilirisasi yang akan dilakukan ini juga diperkuat dengan total sumber daya batu bara yang dimiliki PTBA sebesar 8,3 miliar ton dan total cadangan batubara sebesar 3,3 miliar ton.

Kesediaan Batu Bara di Indonesia

Tekan Impor Dan Tingkatkan Ekspor

Menurut Rini M Soemarno selaku menteri BUMN, hilirisasi di sektor pertambangan ini merupakan salah satu upaya pemerintah meningkatkan nilai tambah produk tambang dalam negeri dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Hilirisasi ini akan memberikan dampak terhadap perekonomian nasional dengan berkurangnya impor terhadap produk yang dihasilkan.

Selain mengurangi impor, PTBA juga menargetkan ekspor batu bara akan meningkat dibandingkan sebelumnya. BUMN pertambangan ini juga telah mengincar sejumlah negara sebagai pasar baru dari ekspor produk batu baranya. Untuk mendukung peningkatan ekspor ini, perusahaan mengincar sejumlah negara sebagai pasar baru. Negara-negara tersebut diantaranya adalah Filipina, Korea Selatan, Hong Kong dan Vietnam.

Arviyan menambahkan, bahwa perusahaan juga ingin menciptakan nilai tambah, mentransformasi batu bara menjadi ke arah hilir dengan teknologi gasifikasi, dan menciptakan produk akhir yang memiliki kesempatan nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan sekadar produk batu bara. Dengan demikian, hal ini diharapkan akan semakin menguntungkan perusahaan. Dengan kerja sama yang dilakukan dalam membangun dua pabrik hilirisasi ini juga dapat meningkatkan sinergi antar BUMN, dan mampu menciptakan efisiensi dalam industri batubara, gas, pupuk dan kimia.

BERITA TERKAIT

ads-sidebar
ads-custom-4

BACA JUGA

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU