Jumat, 26 April 2024

Permohonan Pailit-PKPU BUMN Ditolak, Pemohon Diingatkan Ajukan Kasasi

ads-custom-5

Jakarta, BUMN Info – BUMN diminta untuk tidak diberikan privilege saat tersandung kasus pailit atau pailit. Perlakuan ini dinilai merugikan kontraktor atau sub kontraktor yang bekerja sama dengan perusahaan BUMN, karena berisiko menyita aset yang diagunkan sebagai modal usaha.

Status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ataupun permohonan pailit kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukanlah hal baru. Dalam beberapa waktu belakangan, banyak BUMN yang berstatus PKPU dan juga dinyatakan pailit setelah gagal menunaikan kewajiban.

Salah satu PKPU BUMN yang menarik perhatian adalah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Perusahaan pelat merah ini berkali-kali dimohonkan PKPU oleh kreditor ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan akhirnya menyandang status PKPU pada Juni 2022 silam.

Kemudian ada PT Kertas Leces (Persero) yang dinyatakan pailit pada 2018 silam. Perusahaan yang memproduksi kertas ini akhirnya dibubarkan oleh Presiden Jokowi pada Desember tahun 2023 lalu. Dan ada satu kasus yang pailit BUMN yang ramai diperbincangkan pada 2012 silam yakni PT Telkomsel, meskipun pada akhirnya MA membatalkan putusan pailit tersebut.

Namun dalam praktiknya, tak semua PKPU terhadap BUMN dikabulkan oleh majelis hakim Pengadilan Niaga. Contohnya saja PKPU terhadap PT Waskita Karya (Persero). Pada akhir Desember 2023 silam, Waskita Karya harus menghadapi tujuh permohonan PKPU. Enam di antaranya berakhir damai, sementara satu permohonan ditolak majelis hakim dengan pertimbangan Pasal 223 UU Kepailitan dan PKPU.

Pasal tersebut menyebut bahwa BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik maka yang dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), yakni Menteri Keuangan.

Jika merujuk penjelasan Pasal 2 ayat (5), disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik” adalah badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham.

Adapun empat kasus kepailitan dan PKPU BUMN di atas memiliki satu kesamaan yakni modal yang sudah terbagi dalam saham. Lalu apa yang menyebabkan hasil PKPU menjadi berbeda?

Menurut Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Imran Nating, seharusnya penjelasan dalam Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU sudah tegas menyatakan bahwa permohonan PKPU dan pailit yang berada dibawah kewenangan Menkeu adalah BUMN yang tidak terbagi dalam saham. Jika modal BUMN sudah terbagi dalam saham, maka permohonan PKPU terhadap BUMN tersebut tak boleh didiskualifikasi.

Terjadinya perbedaan putusan, lanjut Imran, dimungkinkan karena pemahaman hakim yang tidak teliti dalam membaca penjelasan Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU.

“Jadi sepanjang dia terbagi dalam saham maka bukan jadi area Kemenkeu, kalau berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (5). Hanya saja memang ketika hakim mau menolak kadang dia tidak lihat penjelasan, lihat di batang tubuh undang-undang saja,” kata Imran kepada Hukumonline beberapa waktu lalu.

Senada, kurator senior GP Aji Wijaya menegaskan bahwa pengecualian dalam Pasal 2 ayat (5) hanya berlaku untuk BUMN yang modalnya tidak terbagi dalam saham, contohnya Perusahaan Umum (Perum). Jika berbentuk persero, maka pengecualian tersebut tidak berlaku.

“Kalau Persero semua modal terbagi atas saham. Itu nggak ada pengecualian, jadi kreditor yang merasa utangnya belum dibayar dan dapat ditagih bisa mengajukan pailit dan PKPU,” jelas Aji.

Bilamana permohonan pailit/PKPU ditolak oleh hakim Pengadilan Niaga, maka dia mengimbau pemohon untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Nantinya hakim MA selaku judex jurist akan menentukan apakah putusan hakim Pengadilan Niaga (judex facti) sudah sudah benar atau keliru dalam penerapan hukum.

Aji Wijaya juga meminta BUMN untuk tidak diberikan privilege saat tersandung kasus PKPU atau pailit. Perlakuan ini dinilai merugikan kontraktor atau sub kontraktor yang bekerja sama dengan perusahaan BUMN, karena berisiko menyita aset yang diagunkan sebagai modal usaha.

“Menurut saya pemohon ajukan upaya kasasi ke MA. Biar MA sebagai judex jurist yang menentukan. Jangan berhenti sampai disitu. Jangan donk mereka itu (BUMN) diberikan privilege supaya kerja direksi-nya juga benar,” tegasnya.

BERITA TERKAIT

ads-sidebar
ads-custom-4

BACA JUGA

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU