Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang bulan Februari 2021 ini menunjukkan pembalikan arah (rebound), sebab di awal bulan dibuka pada level di bawah angka psikologis 6.000 dan menutup perdagangan di akhir bulan berada di atas 6.200. Kenaikan selama bulan Februari 2021 mencapai 6,47% dibandingkan dengan kinerja IHSG bulan Januari 2021 yang mengalami penurunan sebesar 1,95%.
Sepanjang bulan Februari 2021, sebanyak 424 saham yang ditutup berada di zona hijau, sebanyak 169 emiten yang berada di zona merah dan 124 emiten yang harga sahamnya tidak mengalami perubahan sejak perdagangan awal bulan.
Kenaikan IHSG di bulan Februari 2021 ini didorong oleh sentimen positif dari dalam dan luar negeri diantaranya adalah pergerakan harga komoditas dunia yang mengalami kenaikan, komitmen kepala negara AS Joe Biden yang menerapkan stimulus program sebesar US$1,9 triliun, kemudian langkah dari beberapa negara dalam mengatasi pandemi dengan vaksinasi massal, sehingga diapresiasi dengan positif oleh pasar dan membuat optimisme masuk ke dalam instrumen investasi yang lebih berisiko.
Serta sentimen positif yang berasal dari Negeri Paman Sam, mengenai kebijakan Powell dalam mempertahankan kebijakan pelonggaran moneter dalam langkah pemulihan ekonomi di negerinya.
Sedangkan sentimen positif dari dalam negeri sendiri diantaranya adalah laporan neraca perdagangan Indonesia sepanjang tahun 2020 mengalami surplus sebesar US$21,74 miliar. Total nilai ekspor pada 2020 mencapai sebesar US$163,31 miliar. Kemudian nilai impor secara kumulatif mengalami penurunan sebesar 17,34% atau tercatat sebesar US$141,57 dibanding tahun 2019 dan yang terakhir adalah PMI manufaktur Indonesia dari IHS Markit periode Januari 2021 tercatat naik 52,2 lebih tinggi dari periode bulan sebelumnya atau Desember 2020 yang sebesar 51,3. Dari kebijakan moneter berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga BI7DRRR ke angka terendah yaitu 3,5%.
Namun di bulan Maret 2021, pelaku pasar perlu tetap waspada karena beberapa data-data ekonomi nasional dan global akan dirilis. Sehingga penguatan IHSG belum tentu berlanjut hingga Maret ini.
Berdasarkan data sebelumnya kinerja IHSG di bulan Maret selama 10 tahun terakhir relatif fluktuatif dari tahun ke tahun. Selama 10 tahun terakhir, return IHSG pada bulan Maret pernah mengalami kenaikan tertinggi pada tahun 2010 yaitu sebesar 8,96% dan mengalami keterpurukan hingga -16,76% pada tahun 2020.
Ada sejumlah sentimen-sentimen positif dan negatif yang bisa mempengaruhi pergerakan harga di bulan Maret 2021.
Sentimen negatif yang akan mempengaruhi laju IHSG yaitu pergerakan harga komoditas. Menurut Analis Jasa Utama Capital, Chris Apriliony menyebutkan harga komoditas sudah tinggi sehingga bisa berpotensi tertekan. Harga komoditas yang sudah tinggi akan berpengaruh pada saham-saham komoditas yang berpotensi mengalami penurunan di bulan Maret. Kenaikan harga komoditas ini juga akan meningkatkan biaya bahan baku dari beberapa emiten, sehingga akan mengurangi margin laba.
Kedua adalah kenaikan yield obligasi Amerika Serikat. Jika yield obligasi mengalami kenaikan maka akan memperkecil selisih antara keuntungan pasar saham dengan obligasi. Karena investor akan lebih memilih masuk ke obligasi AS, terutama pasar dalam keadaan risk off. Secara tidak langsung akan memicu dana keluar dari instrumen yang dianggap berisiko tinggi seperti pasar saham.
Ketiga, sentimen dari pelaporan keuangan emiten kinerja tahun 2020. Prediksi dari Analis Jasa Utama Capital, kinerja keuangan emiten di tahun 2020 akan mengalami penurunan akibat tekanan dari pandemi. Laporan keuangan juga dapat mempengaruhi pergerakan harga saham dan IHSG. Berdasarkan data kinerja IHSG 10 tahun terakhir, IHSG pernah mengalami penurunan sebanyak 2 kali di bulan Maret yaitu di tahun 2019 dan 2020.
Bukan hanya sentimen negatif saja yang membayangi pergerakan harga saham di bulan Maret melainkan juga ada beberapa sentimen positif yang bisa menjadi katalis bagi IHSG untuk melanjutkan kenaikan.
Sentimen positif dari dalam negeri diantaranya adalah hasil positif dari program vaksinasi. Hal ini tercermin dari data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan di minggu ke-3 bulan Februari 2021, dimana sebanyak 825.650 orang dari total 1.363.138 orang telah melakukan vaksinasi dosis kedua.
Sumber : Sumber: Wikipedia dan JHU CSSE COVID-19
Selain itu juga angka kasus harian Covid-19 yang melandai.Jumlah sebaran kasus virus corona (Covid-19) Indonesia sepanjang Februari mengalami penurunan kasus hingga 23,51 persen dibandingkan dengan Januari. Tercatat, kumulatif kasus positif virus corona di Indonesia pada Februari berada di 256.320 kasus dalam sebulan. Kurva sepanjang Februari melandai.
Kedua, sentimen kenaikan anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) menjadi Rp699,43 triliun. Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani merinci anggaran PEN 2021 yang mencapai Rp699,43 triliun tersebut fokus untuk lima bidang
yakni kesehatan, perlindungan sosial, program prioritas, insentif usaha, serta dukungan UMKM dan pembiayaan korporasi. Hal ini memunculkan harapan ekonomi akan tumbuh di trisemester pertama di tahun 2021 ini.
Ketiga, kebijakan stimulus pajak dan loan to value. Stimulus bagi sektor properti mengenai potongan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga 100% untuk rumah dengan harga maksimal Rp 2 miliar dan diskon 50% PPN untuk harga jual rumah Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar. Selain itu, Bank Indonesia juga telah memberikan relaksasi relaksasi loan to value (LTV) hingga 100% bagi kredit kepemilikan rumah (KPR) perbankan. Artinya, bank bisa saja menerapkan uang muka alias down payment (DP) hingga 0%.
Kinerja Indeks IDX BUMN
Pergerakan indeks IDXBUMN20 yang berisi saham-saham pelat merah dalam 2 tahun mengikuti pergerakan harga IHSG. Sedangkan kinerja indeks IDXBUMN20 terutama pada bulan Maret tahun 2019, return indeks BUMN meningkat sebesar 3,45% sedangkan pada bulan Maret 2020, mengalami penurunan sebesar 28,83%, hal yang sama juga terjadi pada IHSG yang merosot sebesar 16,75%.
Kinerja Saham BUMN Bulan Maret 2019 dan 2020
Kinerja saham-saham BUMN dalam 2 tahun bergerak secara variatif. Pada bulan Maret 2019, 5 dari 19 saham BUMN mengalami penurunan dan rata-rata adalah saham yang bergerak di sektor pertambangan dan energi. Sedangkan di bulan Maret 2020, hampir seluruh saham BUMN pergerakannya mengikuti IHSG yang juga melemah.
Analisa Saham BUMN di Bulan Maret 2021
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengungkapkan, IHSG punya potensi bergerak melemah sepanjang bulan Maret 2021. Sentimen pemberatnya adalah rilis laporan keuangan emiten tahun 2020 yang diperkirakan menurun karena pandemi Covid-19.
Adapun beberapa saham BUMN yang menarik untuk dicermati diantaranya adalah saham-saham di sektor konstruksi seperti PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT PP (Persero) Tbk (PTPP), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) dan PT Waskita Beton (WTON). Hal ini dikarenakan belanja pemerintah menjadi andalan dalam pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Kemudian dari sektor perbankan, di masa pandemi, kondisi industri tertekan sehingga menyebabkan banyak perusahaan yang membutuhkan pinjaman untuk menambah modal. Sehingga banyak elemen seperti, pengusaha ataupun ritel yang lebih berani untuk mencari pendanaan melalui pinjaman bank.
Alhasil berpotensi meningkatkan penyaluran kredit perbankan dan diikuti dengan penambahan pendapatan.
Maka dalam hal ini banyak emiten perbankan yang akan mengambil peran dalam penyaluran kredit di tengah penurunan suku bunga acuan. Terutama perbankan buku IV dan buku III menjadi lebih atraktif seperti bank bumn yaitu BTN, BRI, Mandiri dan BNI.
Sedangkan dari sektor farmasi yang berkaitan dalam dengan memenuhi kebutuhan vaksin dalam negeri untuk penanganan Covid-19 seperti Kimia Farma (KAEF). Dimana pada awal bulan Maret 2021 Kementerian Kesehatan secara resmi memberikan izin untuk vaksinasi gotong royong atau mandiri. Saat ini Bio Farma sebagai induk holding farmasi sedang menjajaki pengadaan vaksin Sinopharm dan Moderna untuk vaksinasi mandiri. Dimana pengadaan Sinopharm misalnya akan dilaksanakan oleh anak perusahaan holding farmasi yaitu PT Kimia Farma Tbk (KAEF).
Kemudian saham sektor pertambangan, seperti ANTM dan juga PTBA. Dimana di masa pandemi selama tahun 2020, permintaan pasar akan batubara PTBA menurun. Namun di sisi lain permintaan batubara yang kuat dari China pada akhir tahun karena antisipasi musim dingin. Di sisi lain, adanya larangan impor batubara dari Australia turut menjadi keuntungan bagi PTBA. Serta keberhasilan PTBA bernegosiasi dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk memberikan diskon biaya kereta api batubara pada kuartal IV-2020 dan kuartal I-2021
Sedangkan saham ANTM masih dibayangi ketidakpastian investasi dari Tesla Inc. Pasalnya masih terjadi simpang siur atas rencana Tesla membangun pabrik di India. Padahal Ketua Menteri Karnataka, BS Yediyurappa telah mengeluarkan pernyataan yang mengonfirmasi bahwa perusahaan Elon Musk itu akan segera masuk ke India. Sehingga hal ini membuat pelaku pasar tidak terlalu optimis .