Jumat, 19 April 2024

Usut Penyebab Penting Bangkrutnya SVB Sebagai Peringatan Waspada BUMN

ads-custom-5

Jakarta, BUMN Info l Pada tanggal 10 Maret 2023 Silicon Valley Bank (SVB) ramai menjadi perbincangan karena mengalami kebangkrutan dalam rentang waktu 48 jam dan ditutup operasinya oleh otoritas berwenang Amerika Serikat. Potensi dari kebangkrutan Silicon Valley Bank cukup besar dan dapat berdampak pada ekosistem perusahaan startup teknologi global. Dari peristiwa tersebut, lantas siapa sebenarnya Silicon Valley Bank ini?

Jadi, Silicon Valley Bank merupakan sebuah Lembaga keuangan yang berada di Santa Clara, California, Amerika Serikat. SVB telah beroperasi selama 40 tahun yang lalu tepatnya didirikan pada tahun 1983 oleh Bill Biggerstaff dan Robert Medearis, dengan CEO pertama Bernama Roger Smith. Fokus dari didirikannya SVB ini sejak awal adalah untuk layanan deposito dan pembiayaan untuk para startup teknologi. Lantaran memiliki spesialisasi layanan keuangan, SVB menjuluki dirinya sebagai “the financial partner of the innovation economy”. SVB mengklaim sudah menjadi bank yang menyediakan pembiayaan untuk hampir setengah dari perusahaan teknologi dan perawatan Kesehatan berbasis modal ventura di Amerika Serikat. Sebelum ditutup oleh otoritas berwenang Amerika Serikat, SVB pernah berhasil masuk dalam 20 bank komersil terbesar di Amerika Serikat pada tahun lalu, berdasarkan data dari FDIC (Federal Deposit Insurance Corporation). Menurut FDIC, total aset yang dimiliki oleh SVB sekiatr 209 miliar dollar AS atau sekitar Rp3.210,4 triliun dan total simpanan 175 miliar dollar AS atau sekitar Rp2.688,1 triliun.

Sejak runtuhnya bank Washington Mutual saat krisis keuangan 2008, kebangkrutan SVB menjadi yang terbesar kedua di Amerika Serikat. Secara umum, terdapat tiga peristiwa yang berkaitan dengan bangkrutnya Silicon Valley Bank yaitu kebijakan The Fed selaku Bank Sentral Amerika Serikat yang menaikan suku bunga secara agresif, krisis modal yang dialami oleh SVB, dan aksi bank run dari para nasabah. Alasan The Fed menaikan suku bunga adalah untuk menanggulangi laju inflasi karena di masa pandemic kemarin, The Fed sempat memberlakukan kebijakan suku bunga nol persen. Dari kebijakan tersebut membuat aktivitas belanja masyarakat meningkat dan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Banyak perusahaan yang akhirnya menyimpan uangnya di SVB. Dengan banyaknya perusahaan yang menyimpan uang, seperti bank-bank lain, SVB akhirnya melakukan investasi besar-besaran, terutama dalam obligasi jangka Panjang.

Kebangkrutan Silicon Valley Bank bermula dari investasi dalam obligasi jangka panjang. Setahun belakangan, karena inflasi meningkat, The Fed akhirnya menaikan suku bunga secara bertahap untuk menanggulangi laju inflasi. Kenaikan suku bunga itu mengikis harga atau nilai obligasi SVB dan juga bank-bank lain. Pada saat yang sama, ketika suku bunga naik dan membuat aktivitas belanja turun, banyak pemodal ventura mulai berhenti memberikan pendanaan ke perusahaan teknologi. Akibat dana seret itu, para perusahaan teknologi pun berbondong-bondong menarik deposito yang tersimpan di SVB untuk membayar biaya operasional. Untuk memenuhi kebutuhan itu, SVB idealnya harus memiliki uang tunai. Lantaran telah digunakan untuk investasi dalam obligasi jangka panjang, SVB tak memiliki cukup banyak uang tunai. Akhirnya, mereka mulai menjual obligasi yang dimiliki senilai 21 miliar dollar AS atau setara Rp 323,9 triliun untuk mengatasi krisis modal.

Dari penjualan obligasi tersebut mengakibatkan kerugian pajak sekitar Rp27,7 triliun. Untuk menanggulangi kerugian tersebut, SVB berniat untuk menjual sahamnya senilai 2,25 miliar dollar AS atau sekitar Rp 34,7 triliun. Pada 8 Maret lalu, SVB mengumumkan menjual saham senilai 1,75 miliar dollar AS atau sekitar Rp 27 triliun. Di tanggal 9 Maret, SVB mengumumkan kepada nasabahnya bahwa uang mereka masih aman setelah aksi jual beli obligasi dan saham untuk peningkatan modal. Namun dari hal tersebut membuat para nasabah mengalami kepanikan dan memicu bank run, yang mana nasabah menarik dananya dari bank dalam jumlah besar dan cepat. Dikutip dari The Verge, bank run terjadi dalam kurun waktu 48 jam setelah SVB mengumumkan peningkatan modal dari penjualan obligasi dan saham. Perusahaan modal ventura Founders Fund menjadi yang pertama menarik jutaan dollar AS dari SVB.

Dari kejadian bangkrutnya Silicon Valley Bank, ada beberapa poin penting yang dapat dijadikan pembelajaran bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Menurut Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sunarso mengatakan terdapat pembelajaran dari kasus kolapsnya SVB di Amerika Serikat. Menurutnya, krisis dari perbankan global memberikan dampak negatif bagi perbankan domestik. Sunarso menjelaskan terdapat lima pembelajaran yang bisa diambil oleh perbankan nasional dari kasus bangkrutnya SVB.

  1. Reputation Risk, BRI menganalisis bahwa berita terkait penjualan saham perusahaan oleh petinggi SVB dan terkait Unrealized Loss Surat berharga itu sangat berpengaruh bagi perbankan.  unrealized loss adalah kondisi ketika aset investasi nilainya mengalami kerugian, namun aset tersebut belum dijual, sehingga kerugian tersebut belum terealisasikan. Umumnya, kerugian direalisasikan untuk mencegah penurunan berkelanjutan dari aset tersebut. Namun, terkadang investor juga memilih untuk tidak menjual aset tersebut dengan harapan nilainya akan meningkat di masa depan.
  2. Liquidity Risk, Silicon Valley Bank tidak memiliki likuiditas memadai untuk kebutuhan jangka pendek. Pentingnya bank dalam mengelola maturity asetnya agar tidak terjadi mismatch.
  3. Market Risk, kondisi yang dialami oleh suatu perusahaan yang disebabkan oleh perubahan kondisi dan situasi pasar di luar dari kendali perusahaan. Dampak dari kenaikan Fed Fund Rate (FFR) dari 0,25% menjadi 4,75% menyebabkan unrealized loss naik. Asset SVB berpotensi rugi sebesar 15,4% terhadap modal.
  4. Concentration risk, Nasabah SVB sendiri terkonsentrasi di sektor startup dan teknologi. Jadi tidak disarankan untuk terfokus pada satu sumber investasi saja.
  5. Dan yang terakhir tidak tersedianya fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dari regulator. Kemudian terjadinya kelonggaran terhadap kewajiban liquidity coverage ratio (LCR) dan net stable funding ratio (NSFR)

Kesimpulan dari bangkrutnya Silicon Valley Bank ini adalah melakukan investasi obligasi besar-besaran tanpa melihat situasi ekonomi yang sedang terjadi di Amerika Serikat. Ketika The Fed menaikan suku bunga untuk menanggulangi laju inflasi, banyak pemodal ventura mulai berhenti memberikan pendanaan ke perusahaan teknologi. Dari hal tersebut perusahaan teknologi menarik depositonya di SVB untuk membayar biaya operasional. Karena dana yang dimiliki SVB tidak cukup untuk membayar itu semua akibat diinvestasikan dalam obligasi jangka panjang, akhirnya dengan terpaksa SVB menjual obligasinya dan mengalami kerugian pajak sebesar Rp 27,7 triliun.

BERITA TERKAIT

ads-sidebar
ads-custom-4

BACA JUGA

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU