Sabtu, 20 April 2024

Emisi Obligasi Global, BNI Raih Dana US$ 500 Juta

ads-custom-5

Jakarta, BUMNInfo | PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) atau BNI menyelesaikan penawaran obligasi global US$ 500 juta bertenor lima tahun dengan kupon 3,75%. Penerbitan surat utang dalam format Basel III-compliant tier 2 ini meraih respons positif dari pasar dengan mayoritas pembelian terbanyak oleh investor Asia.

Porsi investor Asia yang menyerap obligasi global BNI mencapai 73%, sedangkan investor Eropa, Timur Tengah, dan Afrika sebanyak 25%, serta negara lainnya mengambil porsi 2%. Berdasarkan tipe-tipe investor, para manajer investasi mengambil porsi mayoritas 87%.  “Untuk investor sektor bank, asuransi ataupun sovereign fund sebanyak 7%, sedangkan private bank dan lainnya 6%,” tulis laporan BondEvalue, Rabu (24/3/2021).

Obligasi global BNI telah mendapat peringkat ekspektasi BB dari Fitch Ratings dan Ba2 dari Moody’s Investors Service. Obligasi yang berjenis subordinasi ini merupakan bagian dari program euro medium-term notes (EMTN). BNI merancang program EMTN sejak tahun lalu. Berdasarkan penilaian Fitch, peringkat obligasi subordinasi BNI berada dua tingkat di bawah support-driven Long-Term Issuer Default Rating (IDR). Penilaian peringkat didasari oleh dukungan kuat dari pemerintah Indonesia sebagai pemegang saham.

Adapun peringkat obligasi subordinasi yang dua tingkat lebih rendah dari IDR mencerminkan prospek yang lebih rentan dibandingkan obligasi senior tanpa jaminan. Instrumen utang tier 2 juga memiliki fitur write-down. Klausul ini dapat dipicu ketika sebuah bank mendekati titik non-viabilitas. Fitch tidak memberikan catatan tambahan pada risiko non-performance BNI. Hal ini lantaran risiko non-performance bisa dinetralkan oleh dukungan kuat pemerintah sebagai pemegang saham. Pendekatan ini berbeda untuk bank lain yang tidak dikendalikan oleh pemerintah.

Pada bank umum, standar Fitch untuk risiko non-performance biasanya memperhitungkan risiko kerugian usaha akibat penangguhan kupon atau pokok obligasi. Umumnya obligasi subordinasi punya klausul yang memungkinkan kupon ditangguhkan dan diakumulasikan, apabila posisi modal bank berada di bawah syarat minimum.

Tahun lalu, BNI membukukan laba bersih Rp3,28 triliun atau terkontraksi 78,7% dari laba bersih 2019 sebesar Rp15,38 triliun. Penurunan laba salah satunya dipicu oleh meningkatnya provisi atau pencadangan. Pada 2020, total pencadangan bank BNI mencapai Rp22,59 triliun meningkat 155,6% dari 2019 yang sebesar Rp8,83 triliun. Pandemi turut membuat laju penerimaan bunga kredit BNI melambat. Hal ini tercermin dari total pendapatan bunga yang turun 4% secara tahunan menjadi Rp56,17 triliun. Kendati demikian, secara total net interest income BNI masih mampu mencatat kenaikan sebesar 1,5% menjadi Rp37,15 triliun dan pendapatan sebelum provisi turun tipis 1,8% dari Rp 28,32 triliun menjadi Rp 27,82 triliun sepanjang 2020. BNI berhasil membukukan pertumbuhan kredit sebesar 5,3% dari Rp556,77 triliun pada 2019 menjadi Rp586,21 triliun pada 2020. Sementara, himpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar 10,6% dari Rp 614,31 triliun menjadi Rp 679,45 triliun.

Penurunan laba bersih BNI pada 2020 dinilai analis sudah sesuai ekspektasi karena peningkatan biaya kredit. Penurunan tersebut juga telah diantisipasi pelaku pasar, sehingga tahun ini bisa menjadi momentum bagi perseroan untuk kembali bertumbuh. Analis BRI Danareksa Sekuritas Eka Savitri mengungkapkan, penurunan laba bersih BNI tahun lalu bahkan di atas ekspektasi BRI Danareksa Sekuritas. Penurunan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya peningkatan beban kredit mencapai 395 basis poin (bps).

“Penurunan laba bersih BNI sebesar 78,7% menjadi Rp 3,3 triliun pada 2020 masih lebih baik dari perkiraan kami. Hal itu didukung oleh marjin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang sebesar 4,5%. Begitu juga pertumbuhan kredit yang mencapai 5,3% pada tahun lalu,” tulis Eka dalam risetnya, baru-baru ini.

Tahun ini menurut Eka, BNI diyakini mampu untuk membalikkan arah dengan lonjakan kinerja keuangan. Kredit korporasi dan kredit payroll bakal menjadi mesin pertumbuhan kinerja keuangan, seiring dengan pemulihan ekonomi nasional. Dua segmen kredit tersebut diharapkan mempercepat pemulihan kinerja BNI. Alhasil, target pertumbuhan kredit perseroan sebesar 5,8% tahun ini bakal tercapai.

Upaya manajemen BNI memantau perkembangan kredit yang telah direstrukturisasi juga menjadi katalis positif. Berdasarkan data, sekitar Rp33 triliun kredit perseroan masuk dalam kategori risiko sedang. Sedangkan 90,4% masih dalam kategori baik, sehingga rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) diperkirakan turun menjadi 3,8% hingga akhir tahun ini. Berbagai faktor tersebut mendorong BRI Danareksa Sekuritas untuk mempertahankan rekomendasi beli BBNI dengan target harga Rp 8.000.

 

Sumber: investor.id

Foto: Gedung BNI Jakarta

BERITA TERKAIT

ads-sidebar
ads-custom-4

BACA JUGA

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU