Jakarta, BUMNInfo |
PT Indofarma Tbk (INAF) fokus mengejar pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan dengan menaikkan kontribusi penjualan alat-alat kesehatan dan distribusi vaksin Covid-19 tahun ini. Demi menopang ekspansinya, perseroan menyiapkan belanja modal (capital expenditure/capex) sekitar Rp200 miliar pada 2021.
Manajeman baru Indofarma pada 2019 mulai mencapai titik balik. Ketika itu, perseroan sempat mencetak laba bersih Rp7,9 miliar, setelah mengalami kerugian berturut-turut selama 2016-2018.
Menurut Direktur Utama Indofarma Arief Pramuhanto, dalam strategi turn around, Indofarma fokus memperbaiki segmen penjualan obat farmasi dengan tidak terlalu begantung pada tender pemerintah. Selanjutnya, perseroan menata portofolio produk dengan memperbesar konstribusi penjualan alat-alat kesehatan. Hal ini terbukti berhasil karena kontribusi alat-alat kesehatan telah mencapai 48% pada 2020, dari sebelumnya hanya 15%.
“Pada 2021, kami menargetkan kontribusi alat-alat kesehatan menjadi 60%. Tahun ini, kami juga masuk ke bisnis distribusi vaksin Covid-19. Kami rencananya bekerja sama dengan Novavax,” tutur dia.
Tahun lalu, kata Arief Pramuhanto, Indofarma juga merestrukturisasi pinjaman bank dan menghasilkan dampak yang cukup terasa pada kinerja perseroan. Tak ketinggalan, perseroan turut menata fungsi-fungsi sumber daya manusia (SDM). Indofarma memastikan seluruh strategi turn around dijalankan secara disiplin.
Sementara itu, tahun ini perseroan menangkap peluang bisnis dengan rencana membangun pabrik terkait alat-alat kesehatan yang punya permintaan tinggi, seperti masker, jarum suntik, dan sarung tangan. “Kami alokasikan belanja modal kurang lebih Rp200 miliar,” jelas dia.
Menurut Arief, sejauh ini alat-alat kesehatan yang dikembangkan perseroan terbagi dalam empat kategori. Pertama, kategori produk diagnosis, termasuk rapid test antigen dan polymerase chain reaction (PCR). Kedua, perseroan mendukung segala perlengkapan yang dibutuhkan rumah sakit. Ketiga, memproduksi mesin-mesin medis berteknologi tinggi, salah satunya mesin hemodialisis atau alat cuci darah. Keempat, perseroan memiliki lini bisnis barang-barang medis yang dikonsumsi secara masal, seperti masker dan alat pelindung diri (APD).
Arief Pramuhanto menegaskan, Indofarma yang selama ini terkenal dengan produk multivitamin biovision tak melupakan bisnis obat. Perseroan berkomitmen merintis segmen herbal dengan mengembangkan obat-obat tradisional.
Selain itu, perseroan bersiap menambah lini obat yang terkait dengan pengobatan efek Covid-19, yakni Ivermectin. “Obat tersebut masih diproses oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” ujar dia.
Penjualan Meningkat 28%
Hingga saat ini, perseroan masih menunggu audit laporan keuangan 2020 selesai. Sedikit bocoran, Indofarma mengalami kenaikan penjualan bersih 28% menjadi Rp1,74 triliun pada 2020, dibanding 2019 sebesar Rp1,35 triliun. Alhasil, posisi bottom line keuangan perseroan diprediksi turut membaik.
Menurut Direktur Keuangan dan Human Capital Indofarma, Herry Triyatno, pandemi menjadi kesempatan bagi perseroan untuk mendongkrak penjualan. Hal ini tercermin pada penjualan kuartal IV-2020 yang didominasi obat untuk membantu penyembuhan Covid-19.
“Obat oseltamivir dan remdesivir mampu memberikan porsi penjualan hampir dua pertiga pada kuartal IV-2020, dan ini cukup besar. Kontribusi dari antigen, PCR, masker juga signifikan. Untuk posisi bottom line, estimasinya akan lebih baik dibanding 2019,” papar dia.
Indofarma, kata Herry, sebenarnya punya target yang tidak muluk-muluk. Pihaknya terus berupaya mengubah fundamental, seperti budaya kerja dan penyesuaian terhadap perubahan teknologi. Dengan fundamental yang solid, Indofarma diharapkan mampu memberikan tingkat pengembalian yang baik kepada pemegang saham ataupun investor.
“Indofarma ini secara market cap masih kecil dibanding perusahaan lain. Tapi meskipun kecil begini, kami dapat menyediakan kebutuhan masarakat sehingga menghasilkan sustainable growth bagi perusahaan,” tegas dia.
Sumber : Investor.id
![]()