Sabtu, 20 April 2024

Waskita Divestasi 11 Ruas Tol Senilai Rp 31 Triliun

ads-custom-5

Jakarta, BUMNInfo | PT Waskita Karya (Persero) Tbk berencana untuk menawarkan 11 ruas jalan tol kepada para investor strategis, termasuk lembaga pengelola investasi (LPI) atau sovereign wealth fund (SWF) mulai tahun ini. Perseroan memproyeksikan adanya potensi nilai divestasi sebesar Rp 31 triliun.

Direktur Utama Waskita Karya Destiawan Soewardjono mengatakan, dari 16 proyek jalan tol milik perseroan, sebanyak 11 proyek jalan tol sudah melewati tahap kajian dan siap ditawarkan kepada investor, termasuk SWF. Dia berharap, dengan kehadiran SWF, proses investasi bisa berputar. Nantinya, hasil divestasi jalan tol akan digunakan untuk investasi kembali pada proyek-proyek infrastruktur prospektif.

“Program divestasi 11 jalan tol kami, baik yang mayoritas maupun minoritas pada tahun depan diharapkan bisa mengurangi beban keuangan Waskita saat ini, sehingga neraca Waskita akan membaik,” tutur Destiawan dalam webinar Prodeep Institute, Senin (28/12/2020).

Waskita memaparkan, 11 jalan tol tersebut terdiri atas empat ruas yang sudah beroperasi penuh, lima ruas yang beroperasi sebagian, dan dua ruas yang masih dalam proses konstruksi. Ruas itu antara lain ruas tol Cimanggis-Cibitung sepanjang 25,4 kilometer (km) dengan potensi nilai Rp 3,5-4,5 triliun, ruas tol Cibitung-Cilincing sepanjang 34 km senilai Rp 1-2 triliun, ruas tol Ciawi-Sukabumi sepanjang 54 km senilai Rp 5-6 triliun, ruas tol Depok-Antasari sepanjang 27 km senilai Rp 500 miliar-Rp 1 triliun, ruas tol Cinere-Serpong sepanjang 10,1 km senilai Rp 1-2 triliun, dan ruas tol Kanci-Pejagan sepanjang 35 km senilai Rp 500 miliar – Rp 1,5 triliun. Kemudian, ruas tol Pejagan-Pemalang sepanjang 57,5 km dengan potensi nilai Rp 2-3 triliun, ruas tol Pemalang-Batang sepanjang 39,2 km senilai Rp 2-3 triliun, ruas tol Batang-Semarang sepanjang 75 km senilai Rp 5-6 triliun, ruas tol Pasuruan-Probolinggo sepanjang 44 km senilai Rp 500 miliar-Rp 1,5 triliun, dan ruas tol Krian-Legundi-Bunder sepanjang 38 km senilai Rp 4,5-5,5 triliun.

Menurut Destiawan, kehadiran SWF akan sangat membantu perusahaan BUMN Karya dalam hal pembiayaan jangka panjang. Pasalnya, selama ini rata-rata titik impas atau break-even point (BEP) sebuah ruas tol membutuhkan waktu sekitar 10-15 tahun dari sejak beroperasi. Di sisi lain, lanjut dia, pinjaman yang diterima Waskita dari pihak eksternal termasuk perbankan memiliki periode jatuh tempo kurang dari 10 tahun. Alhasil, beban keuangan perseroan membengkak. Gearing ratio Waskita tercatat sempat mencapai 2,43 kali pada akhir 2019 atau mendekati ambang batas covenant tiga kali.

“Inilah mengapa neraca kami jelek. Karena kami pernah mengerjakan investasi secara bersamaan sekaligus selama lima tahun membangun 1.300 km jalan tol dan mayoritas pendanaan berasal dari kredit komersial,” jelas Destiawan.

Ia mengakui pandemi Covid-19 turut memperlambat pekerjaaan sejumlah proyek infrastruktur lantaran keterbatasan pertemuan fisik. Hal ini membuat sebagian target penyelesaian proyek mundur. Namun, pihaknya optimistis memenuhi kewajiban-kewajiban perseroan pada 2021.

“Ketika pandemi, segalanya tidak bisa diukur secara normal. Investasi kami ada yang berjalan dengan baik. Tapi realisasi trafik lalu lintas sempat menurun, namun sekarang trafik sudah bergerak naik,” katanya.

Menurutnya, secara umum terdapat sejumlah tantangan utama yang dihadapi BUMN Karya dalam pengembangan infrastruktur selama periode 2020-2024. Pertama, proyek infrastruktur bersifat padat modal dengan rata-rata 70% sumber pendanaan berasal dari pinjaman. Selanjutnya, leverage dari emiten BUMN Karya semakin tinggi akibat pendanaan proyek infrastruktur. Kenaikan signifikan akan terlihat dari jumlah utang berbunga dan gearing ratio. Kenaikan leverage ini, dinilai akan membuat BUMN Karya semakin mendekati batas rasio covenant yang disyaratkan oleh kreditur. Adapun, proyek infrastruktur seperti jalan tol akan mengalami defisit arus kas selama periode awal operasional. BUMN Karya pun diwajibkan memenuhi kebutuhan kas yang desifit tersebut.

“Begitu proyek beroperasi, maka beban keuangan yang tidak dapat dikapitalisasi akan membebani kinerja perusahaan,” jelas dia.

Tantangan-tantangan inilah yang bisa diminimalisir oleh SWF. Pada ekspansi infrastruktur baru, kata Destiawan, pinjaman modal kerja dengan tenor panjang dan tingkat bunga rendah dari SWF akan membuat sebuah proyek lebih terjamin. Sehingga, keberlanjutan usaha emiten BUMN ataupun swasta tetap terjaga tanpa terpengaruh beban bunga komersial.

Sumber: Investor DailyKontan

Foto: Istimewa

BERITA TERKAIT

ads-sidebar
ads-custom-4

BACA JUGA

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU