Jumat, 29 Maret 2024

Proyek Gasifikasi Batu Bara PTBA Bisa Hemat Devisa Rp 8,7 Triliun

ads-custom-5

Jakarta, BUMNInfo | Sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo untuk percepatan peningkatan nilai tambah batu bara, PT Bukit Asam Tbk atau PTBA terus membuktikan dan menjalankan komitmennya sebagai pionir pengembangan usaha hilirisasi batu bara di Indonesia. Sekretaris Perusahaan PTBA Apollonius Andwie C menyatakan, komitmen PTBA tercermin dengan komitmen membangun pabrik hilirisasi batu bara (coal) menjadi dymethil eter (DME) yang berlokasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.

 

“Pabrik hilirisasi batu bara tersebut akan mengolah sebanyak 6 juta ton batu bara per tahun dan diproses menjadi 1,4 juta ton DME yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti LPG,” tulis Apollonius dalam keterangan tertulisnya (27/10/2020).

 

Ia menambahkan, hadirnya DME sebagai bahan bakar alternatif bisa membantu menekan impor LPG dan menghemat devisa negara. Berdasar hitungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, potensi penghematan negara bisa mencapai Rp 8,7 triliun.

 

Ia menginfokan, persiapan konstruksi proyek hilirisasi direncanakan dimulai pada pertengahan 2021 dan target operasi di 2025. Proyek hilirisasi ini ini juga telah disetujui Presiden Joko Widodo sebagai bagian dari Program Strategis Nasional sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020.

 

Sebelumnya, Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin menjelaskan, pembangunan pabrik gasifikasi ini akan mengurangi ketergantungan impor LPG. Sebab, DME yang dihasilkan PTBA akan bertindak sebagai subitisi LPG, yang diketahui sampai saat ini 70% industri dan rumah tangga domestik masih menggunakan LPG sebagai bahan bakar. Sehingga, keberlanjutan proyek ini dinilai tidak terlalu terdampak potensi resesi ekonomi yang saat ini akan melanda Indonesia. Menurutnya, dalam keadaan resesi pun, kebutuhan energi untuk kebutuhan dapur misalnya, akan terus eksis.

 

“Untuk aspek keekonomian, yang jelas harga DME nantinya tidak akan lebih mahal dari LPG yang ada di pasar. Sebab tidak ada komponen biaya impor dan komponen dolar Amerika Serikat,” terang Arviyan.

 

Sumber: RepublikaKompas.com

Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

BERITA TERKAIT

ads-sidebar
ads-custom-4

BACA JUGA

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU