Sabtu, 20 April 2024

Hingga Juni, Indofarma Produksi 2 Juta Tablet Oseltamivir

ads-custom-5

Jakarta, BUMNInfo | PT Indofarma (Persero) Tbk telah memproduksi sekitar 2 juta tablet oseltamivir sejak pandemi melanda hingga awal Juni ini. Produksi massal itu digeber untuk mempercepat penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

 

Oseltamivir merupakan obat untuk penanganan flu burung atau tamiflu, namun dipilih tenaga medis sebagai obat alternatif untuk penanganan Covid-19 yang sebenarnya belum ditemukan obatnya. Menyesuaikan ketersediaan pasokan bahan baku obat (BBO), produksi dilakukan dalam tiga tahap.

 

“Produk telah kami distribusikan ke Kemenkes, RS pemerintah, dan RS swasta,” jelas Direktur Keuangan Indofarma Herry Triyatno dilansir dari Kontan

 

Herry bercerita bahwa proses produksi yang dilakukan perusahaan melewati tantangan besar. Sebab, ketersediaan BBO oseltamivir cukup terbatas, apalagi masih banyak negara yang membutuhkan untuk menangani penyakit yang sama.

  

Selain itu, BBO dengan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan medis pun tidak banyak. Makanya, proses untuk mendapatkan BBO cukup sulit.

 

“Sejauh ini baru BBO asal India yang kualitasnya sesuai dengan kebutuhan,” ujarnya. 

 

Menurutnya, dibutuhkan sebanyak 200 kilogram (kg) BBO untuk membuat 2 juta tablet oseltamivir. Kebutuhan ini diperoleh secara bertahap sebanyak tiga kali, yakni dengan mengimpor sebanyak 50 kg BBO Oseltamivir pada fase pertama serta 75 kg untuk fase kedua dan ketiga.

 

Sudah mendapat BBO sesuai standar, Indofarma masih harus melewati rintangan dalam pengirimannya ke Tanah Air. Perseroan harus mencarter satu pesawat Garuda Indonesia untuk menjemput BBO oseltamivir dari India. Hal ini dilakukan karena tidak adanya pesawat komersil yang mengangkut akibat penerapan lockdown di India beberapa waktu lalu.

 

Saat ini emiten farmasi berkode saham INAF itu masih mencari sumber pemasok untuk membeli BBO Oseltamivir berikutnya. Kendati mengaku telah keluar biaya banyak, Herry tidak mengungkap berapa nominal biaya pembelian BBO tersebut dari tahap pertama hingga tahap ketiga.

 

“(Pemasoknya) India juga, masih mencari karena bahan baku sangat langka dan menjadi rebutan banyak negara,” terang Herry.

 

Fokusnya Indofarma dalam pembuatan oseltamivir untuk penanganan Covid-19 berdampak pada produksi obat lain. Herry mengungkapkan bahwa sejak pandemi melanda hingga kini, pihaknya tidak membeli bahan baku obat lain. Padahal kurs rupiah terhadap dolar AS tengah mengalami penguatan.

 

“Penguatan rupiah akan membuat harga bahan baku dibeli dengan harga lebih rendah. Namun saat ini tidak ada rencana jangka pendek untuk stok bahan baku,” tuturnya.

 

Hal ini disebabkan karena permintaan obat reguler ikut turun sehingga Indofarma memutuskan untuk tidak memasok BBO lain selama persediaan lama masih mencukupi. Jadi, Indofarma lebih pada menjaga zero inventory untuk meminimalisir biaya dana (cost of fund) dan menjaga kecukupan agar tidak terjadi expired date (produk, wip dan bahan baku).

 

Kata Herry, penguatan rupiah terhadap dolar tentu akan berpengaruh pada harga pokok penjualan yang bisa menjadi lebih rendah dibandingkan saat fase pandemi Covid-19.

 

“Penguatan kurs ini kembali ke masa sebelum Covid sehingga harga bahan baku akan kembali menuju normal. Artinya harga pokok penjualan obat INAF akan kembali ke normal seperti sebelum Covid-19,” tandas Herry.

 

Selain memproduksi Oseltamivir besar-besaran, emiten farmasi pelat merah ini telah bekerja sama dengan produsen asal China dan Korea untuk mendatangkan Rapid Test Diagnostics Covid-19 dan PCR. INAF juga melakukan pengadaan alat kesehatan lain untuk penanganan Covid-19 seperti disinfektan, hand sanitizer, stracher ruang isolasi dan thermometer non kontak. Hingga April lalu pendapatan penjualan yang diperoleh dari pengadaan alat kesehatan sekitar Rp 133 miliar.

infografis indofarma 

Sumber: Kontan

Infografis: BUMNInfo / Naufal Anjani

BERITA TERKAIT

ads-sidebar
ads-custom-4

BACA JUGA

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU